A Luta Continua!
Ini bukan tentang sekadar hasil pemilu, ini tentang bagaimana negara ini tidak bisa merawat sesuatu yang diperjuangkan oleh para pendiri bangsa.
25 tahun negara ini menikmati demokrasi dan sepertinya memang hanya sebatas itu kita bisa merasakan demokrasi. Demokrasi bukanlah sekadar tentang penyelenggaraan pemilihan umum atau hasil pemilu. Jika direduksi hanya sebatas itu, maka Orde Baru bisa kalian anggap sebagai demokrasi.
Kita semua memimpikan negara yang demokratis, negara dimana setiap-tiap rakyatnya bisa bermimpi untuk apa yang mereka cita-citakan.
Negara dimana rakyat bisa merdeka berpartisipasi apapun aspirasinya.
Negara yang, semua orang merasa memilikinya, apapun latar belakangnya.
Bukan negara yang rela menggadaikan kemampuan berpikir kognitif rakyatnya demi urusan perut dan jabatan semata.
Tidak ada jaminan memang demokrasi tidak benar-benar diberangus, namun melihat rekam jejak dan situasi Indonesia kiwari, dimana kita sudah menjadi flawed democracy, kemungkinan pendulum bergeser menuju otokrasi terasa jauh lebih mungkin daripada sebelumnya.
Di sisi lain, hasil pemilu juga menjadi tamparan keras bagi para aktivis HAM dan pegiat demokrasi. Isu yang selama ini diperjuangkan, isu yang selama ini melekat dengan kita sebagai manusia, ternyata masih belum mendapat perhatian dari rakyat banyak.
Jalan masih panjang, perjuangan (mungkin makin berat), tapi asa itu selalu ada
Untuk Pahlawan Reformasi, 13 aktivis yang masih hilang, Ibu Sumarsih dan kawan-kawan yang setia menjaga demokrasi.
A Luta Continua!
(Ditulis 1 hari pasca pemilu, diselesaikan dalam perjalanan Jakarta-Abu Dhabi-Jenewa)